Belakangan ini bisnis multi-level marketing (MLM) ramai diperbincangkan. Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqiyyah di Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama(NU) merekomendasikan bisnis MLM haram. Polemik yang berkembang kemudian diluruskan oleh PBNU, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) hingga Asosiasi Penjualan Langsung Indonedia (APLI). Mereka berkumpul bersama para pelaku MLM untuk melakukan dialog.
PBNU
menegaskan bahwa yang dimaksud dalan rekomendasi itu adalah bisnis
kemitraan dengan skema piramida yang mengandung money game hingga
penipuan. Hal yang sama juga dilontarkan DSN-MUI yang bahkan sudah mengeluarkan
fatwa terkait MLM syariah yang disebut sebagai pedoman Penjualan
Langsung Berjenjang Syariah (PLBS).
Menurut DSN-MUI MLM yang
menjalankan bisnis money game sudah pasti haram. Namun bukan berarti MLM
tidak mengandung money game adalah halal. Perlu ada proses sertifikasi
syariah.
Tanpa Money Game dan Penipuan, MLM Halal atau Haram ?
Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM-PBNU) Mahbub
Maafi Ramdlan menegasakan, bahwa hasil rekomendasi Munas Alim Ulama NU
beberapa waktu lalu sebenarnya menegaskan pada bisnis skema piramida
bukan MLM.
"Hasil munas itu menegaskan skema piramida yang
mengindikasikan money game den gharar (penipuan) yang haram, bukan MLM.
Jadi MLM bisa tidak haram," ujarnya dalam acara Dialog Interaktif MLM
Itu Halal atau Haram.
Hasil Munas Alim Ulama NU itu sendiri
dikeluarkan lantaran melihat adanya potensi gharar dalam bisnis yang
sering disebut skema ponzi. Selain itu motivasi dari jenis bisnis ini
adalah bonus yang didapat dari perekrutan bukan penjualan barang.
Kemudian ada unsur iming-iming.Itu artinya, jika MLM tidak mengandung hal-hal tersebut maka tidak termasuk dalam rekomendasi NU tersebut.
Rekomendasi
NU itu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan fatwa yang dikeluarkan
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) terkait MLM
yang disebut sebagai pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah
(PLBS). Ada 13 poin yang menjadi persyaratan bagi MLM untuk mendapatkan
label halal.
Anggota DSN MUI Moch Bukhori Muslim juga menegaskan
bahwa sejatinya MLM bisa disebut haram jika mengandung money game di
dalam. Akan tetap tidak serta merta MLM yang tidak mengandung money game
bisa disebut halal.
"MLM haram kalau ada money game, kalau tidak
ada belum tentu halal tapi. Jadi harus ada sertifikasi, kami harus
melihat dulu," ujarnya. Untuk bisa mendapatkan label PLBS, MLM
harus mendapatkan sertifikasi dari DSN-MUI. Ada beberapa hal yang akan
dipastikan, salah satunya akad.
"Kita mau memastikan kehalalan
perusahaan. Kalau punya anggota sekarang hukumnya mitra dapat istilah
bonus komisi dan sebagainya, secara syariah akadnya apa? Oke mitra
dengan mitra tapi akadnya apa? Ini yang di DSN. Ini yang perlu
disertifikasi. Tapi kalau mau syariah harus punya seritifikat,"
tegasnya.
Sebelum NU mengeluarkan rekomendasi sejatinya Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) juga sudah mengeluarkan fatwa terkait
MLM yang disebut sebagai pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah
(PLBS).
"Jadi MLM haram kalau ada 5 hal, itu NU. Kalau kita MLM
itu halal kalau memenuhi 13 syarat," kata Anggota DSN MUI Moch Bukhori
Muslim. Bukhori menegaskan bahwa sejatinya tidak ada yang berbeda
fatwa DSN-MUI dengan hasil rekomendasi MUI. Bedanya hanya perbedaan
pandangan perspektif.
Berikut
13 syarat bagi MLM yang diperbolehkan (halal) sesuai dengan fatwa No:
75/DSN MUI/VII/2009 yang disahkan pada 25 Juli 2009:
1) Ada obyek transaksi ril yang diperjualbelikan terdiri dari barang atau produk jasa.
2)
Barang atau produk jasa yang bukan menawarkan barang yang diharamkan
dan bukan yang digunakan untuk digunakan sesuatu yang haram.
3) Transaksi dalam perdagangan tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba, dharar, dzulm, maksiat.
4) Tidak ada kenaikan harga / biaya yang berlebihan (mark-up yang berlebihan)
5)
Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota, besaran maupun
bentuknya harus berdasarkan prestasi kerja yang terkait langsung dengan
volume atau nilai hasil penjualan produk, dan harus menjaga pendapatan
utama mitra usaha.
6) Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada
anggota harus jelas jumlahnya, saat transaksi (akad) sesuai dengan
target penjualan barang dan atau produk yang ditetapkan perusahaan.
7)
Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang peroleh secara
reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang atau jasa.
8) Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan oleh anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighra.
9) Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antar anggota pertama dan anggota berikutnya.
10)
Sistem perekrutan, bentuk penghargaan dana secara seremonial yang
dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah,
syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan
sebagainya.
11) Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan wajib membina dan mengawasi anggota yang direkrutnya.
12) Tidak melakukan kegiatan money game.
13)
Dalam penerapan Maqashid Syariah untuk melithat halal atau tidak, maka
harus dilihat sejauh mana praktiknya setelah dikaji sesuai dengan ajaran
agama syariat Islam. Jadi tidak serta merta dilihat dari merk dan
labelnya apakah berlabel syariah atau tidak, tetapi penting
mengedepankan beberapa persyaratan yang sesuai dengan syariat islam agar
tercapainya sebuah Mashlahat.
0 Komentar